Timbulnya Gerakan Revolusi China Pada Abad 19-20
Latar belakang timbulnya Nasionalisme Cina disebabkan pada waktu pemerintahan Dinasti Manchu yang memerintah di China pada tahun 1644-1911 M. Pada Dinasti ini banyak terjadi penyelewengan dan kelemahan. Pemerintahan ini adalah pemerintahan asing, sebab bangsa Manchu bukan penduduk asli China. Maka tidak mengherankan jika rakyat China merasakan penderitaan. Melihat keburukan atau penyelewengan-penyelewengan Dinasti Manchu mereka bergerak untuk melawan dan membebaskan diri dari cengkeraman dinasti asing tersebut. Adapun penyebab-penyebabnya sebagai berikut; Sesudah kaisar besar dari Dinasti Manchu meninggal dunia, lenyap pulalah masa kemakmuran China. Selanjutnya terjadilah kekacauan-kekacauan yang berpangkal adanya perebutan kekuasaan di antara putra-putra Kaisar.
Dinasti Manchu memerintah dengan
menggunakan sistem feodal, yaitu memperbudak rakyatnya. Seolah-olah menjual
negara China kepada negara-negara Barat. Sehingga rakyat China tidak lagi
menaruh kepercayaan terhadap pemerintah Manchu. Ketidakpercayaan ini akan
diwujudkan dalam berbagai pemberontakan, misalnya pemberontakan T’ai Ping.
Kekalahan China dalam perang melawan Jepang 1895 M. Kekalahan China dalam
perang tersebut mengakibatkan prestise bangsa dan negara China menurun. Dulu
sebagai guru, kini dikalahkan oleh bekas muridnya. Korupsi dan pemberosan yang
merajalela. Semuanya berpangkal pada tindakan ibu Tzu Hsi (kaisar janda tua)
yang memiliki tentara nasional secara tidak sah, untuk kepentingan pribadi. Tzu
Hsi mengijinkan para pejabat untuk menjual jabatannya untuk kepentingan diri
sendiri.
Adanya kesadaran bangsa China, dari
perang China-Jepang membuka mata
Golongan
Progresif di China, sehingga mereka bukan saja mengetahui bahwa China telah
begitu lemah sehingga kalah dalam perang melawan bekas muridnya, melainkan
mereka juga mengetahui bahwa Jepang yang kecil itu telah menarik keuntungan
dari Ilmu Pengetahuan Barat sehingga dapat memodernisir dan hingga akhirnya
dapat memenagkan perang melawan China. Golongan Progresif ini yaitu kaum
intelektual yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, maupun cendikiawan. Dengan
banyaknya kekacauan yang terjadi di China, membuat golongan progresif yang
revolusioner tersebut semakin agresif. Mereka merasakan bahwa saat-saat untuk
bergerak telah diambang pintu. Sehingga ada tokoh pahlawan nasional yaitu Sun
Yat Sen tercatat dalam sejarah. Ia merupakan seorang negarawan Republik China
dan sekaligus pemimpin Revolusi China. Dalam perkembangannnya, Dr. Sun Yat Sen
dikenal sebagai pemimpin bangsa, bahkan sesudah revolusi politik berhasil
menumbangkan kekuasaan Dinasti Manchu, ia diangkat menjadi Presiden Republik
China.
Pada tahun 1925 Dr. Sun Yat Sen
meninggal dunia setelah mengalami kekecewaan dan perjuangan berat. Selama 40
tahun ia mengabdikan diri untuk mencapai kemerdekaan dan persamaan bangsa
China. Pada tahun 1905 ia mengunjungi Eropa, tepatnya di Belgia. Di Brussel ia
membentangkan ajarannya yang disebut San Min Chu I (Tiga Asas Rakyat). (Nio You
Lan, 1952). Dr. Sun Yat Sen bercita-cita untuk membentuk negara kesatuan, yang menurut Dr. Sut Yat Sen
demokrasi terdiri dari 3 dasar, yaitu; pertama, Min T’sen (Nasionalisme) yaitu
menghendaki adanya suatu bangsa dan satu negara yakni bangsa/negara China
sebagai satu-kesatuan. Kedua, Min Chu (Demokrasi) yaitu pemegang kedaulatan
tertinggi dalam negara adalah rakyat. Pemerintahan dijalankan oleh rakyat, dari
rakyat dan untuk rakyat. Ketiga, Min Sheng (Sosialisme) yatitu penghidupan
maupun kesejahteraan rakyat. Artinya seluruh rakyat harus dapat mencari nafkah
serba cukup untuk penyelenggaraan hidupnya yang layak.
Revolusi meletus di China Selatan
(Canton) untuk pertama kalinya pada tahun 1911 M. Canton merupakan pusat
kegiatan dagang, pusat pertemuan antar berbagai bangsa. Perhubungan dengan
dunia luar misalnya dilakukan melaui Canton. Canton adalah Ibu Kota Provinsi
Kwangtung di China Selatan. Melalui Canton ini masuk paham-paham, ide-ide, dan
pikiran Barat yang liberal. Dari Provinsi Kwangtung pula muncul tokoh-tokoh
perjuangan nasional, seperti Sun Yat Sen yang mampu menghimpun mahasiswa China
belajar di luar negeri, orang-orang China yang progresif. Sehingga mereka
bersatu dan bersama-sama akan menggulingkan Pemerintahan Dinasti Manchu dan
mengusir atau melenyapkan segala macam pengaruh bangas-bangsa Barat dengan
hak-hak istimewa mereka. Karena letaknya yang strategis, maka Canton adalah
paling terbuka untuk perhubungan dengan negara lain. Selain itu rakyat yang
tinggal di China Selatan tergolong rakyat yang cerdas dan kuat. Gerakan
anti-bangsa asing yakni bangsa Manchu dan Barat, semuanya berpusat di Selatan.
Sun Yat Sen setelah berhasil
memimpin Revolusi China 1911, selanjutnya bermaksud ingin mempersatukan seluruh
China di bawah satu pemerintahan pusat yang demokratis. Untuk merealisasikan
cita-citanya, pada 1923 Sun Yat Sen mengadakan reorganisasi partainya (Partai
Nasionalis/Kuomintang) dengan berdasarkan pada san min chu i (Tiga Asas Kerakyatan)
yaitu: nasionalisme, demokrasi dan sosialisme. Sebagai partner dalam
reorganisasi adalah Rusia. Atas bantuan Rusia, maka pada tahun 1924 didirikan
Akademi Militer Whampoa dengan Kepala Akademi Chiang Kai Shek. Cita-cita
persatuan seluruh China di bawah satu pemerintahan pusat yang demokratis belum
terwujud, Sun Yat Sen sudah meninggal. Chiang Kai Sek lah sebagai penerus cita-cita
Sun Yat Sen tersebut.
Sumber
:
Agung,
Leo. 2015. Sejarah Asia Timur 1.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Agung,
Leo. 2016. Sejarah Asia Timur 2.
Yogyakarta: penerbit Ombak.
Nio
You Lan. 1952. Tiongkok Sepanjang Abad.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ditulis oleh; Dedi Akhmadi (mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNTAN)
Ditulis oleh; Dedi Akhmadi (mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNTAN)
bermanfaat sekali untuk dibaca
ReplyDeleteberita f1