Header Ads

Sejarah Singkat Perhimpunan Indonesia (PI)



Gambar: Historia.id


Perhimpunan Indonesia biasa disingkat PI merupakan perhimpunan politik pelajar Indonesia di negeri Belanda yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Perhimpunan yang pada mulanya bernama Indisische Vereniging merupakan organisasi sosial yang bertujuan memperhatikan kepentingan bersama penduduk Hindia Beleanda di negeri Belanda. Lama kelamaan muncul kepentingan politik di kalangan mereka dan akhirnya corak perhimpunan ini berubah menjadi corak politik. (Sudiyo 2002:24).
Pada mulanya Perhimpunan Indonesia bernama Indische Vereeniging. Organisasi itu didirikan pada tahun 1908 oleh para mahasiswa pribumi yang belajar di Negeri Belanda. Mereka itu, antara lain R.P. Sosrokartono, R. Husein Djajadiningrat, R.N. Noto Suroto, Notodiningrat, Sutan Kasyayangan Saripada, Sumitro Kolopaking, dan Apituley. Indische Vereeniging pada awalnya bergerak dalam bidang kebudayaan. Namun, sejak mendapat pengaruh dari tiga tokoh Indische Partij yang diasingkan ke Negeri Belanda mengubah suasana dan semangat kegiatan Indische Vereeniging ke dalam bidang politik. (Mustofa-dkk 2009 : 204).
Sejalan dengan perkembangan ini, pada tahun 1922, Indische Vereniging berubah nama menjadi Indonesische Vereniging. Bahkan sejak tahun 1925, di samping nama Indonesische Vereniging, juga digunakan nama perhimpunan Indonesia, dan lama kelamaan tinggal nama perhimpunan Indonesia saja yang digunakan. Dengan demikian, Perhimpunan Indonesia semakin tegas bergerak di bidang politik. Asas perhimpunan Indonesia adalah “mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat Indonesia, dan hal ini hanya dapat dicapai oleh bangsa Indonesia, tidak pertolongan apapun”. Untuk mempercepat tercapainya tujuan ini, segala jenis perpecahan harus dihindarkan.
Meskipun pada hari itu Volksraad telah dibentuk, pemerintah Hindia Belanda tidak bertanggung jawab kepada Volksraad, melainkan kepada pemerintah Nederland. Dengan Demikian, jelas bahwa Perhimpunan Indonesia menuntut Volksraad diganti dengan parlemen yang sebenarnya, sehingga pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen Indonesia.
Sejak tahun 1923, Perhimpunan Indonesia aktif berjuang untuk tujuan yang diinginkan, dan sejak tahun ini pula, perhimpunan Indonesia keluar dari Indonesische Verbond van Stunderenden, suatu perkumpulan gabungan organisasi mahasiswa Indonesia, Belanda, Indo Belanda dan peranakan Cina yang berorientasi pada Indonesia dalam satu kerja sama, karena dianggap tidak perlu lagi. Pada tahun ini pula Perhimpunan Indonesaia menerbitkan sebuah buku yang menggemparkan kolonialis Belanda, berjudul Gedenkboek 1908-1923 Indonesische Vereneging. Majalah bulanan Hindia Putra yang diterbitkan sejak tahun 1916 kemudian diubah menjadi Indonesia Merdeka.
Politik Perhimpunan Indonesia makin bergeser ke arah perjuangan kemerdekaan Indonesia terutama sejak datangnya dua meahasiswa yang kemudian menjadi ketua Perhimpunan Indonesia, yakni Ahmad Subarjo pada tahun 1919 dan Mohammad Hatta pada tahun 1921. Pada permulaan tahun 1925 disusunlah suatu anggaran dasar baru yang merupakan penegasan tujuan Perhimpunan Indonesia, yakni tercapainya kemerdekaan Indonesia. Ditegaskan dalam anggaran dasar baru ini bahwa kemerdekaan penuh bagi Indonesia hanya akan diperoleh dengan aksi bersama yang dilakukan serentak oleh seluruh kaum nasionalis dan berdasarkan kekuatan sendiri. Untuk itu sangat diperlukan kekompakan seluruh rakyat.
Karena Perhimpunan Indonesia makin radikal, pemerintah Belanda mengawasinya dengan ketat. Namun, Perhimpunan Indonesia tetap melakukan kegiatan politiknya. Dalam usaha memperjuangkan tujuannya, Perhimpunan Indonesia menyebarkan keyakinan:
1. Perlunya persatuan seluruh nusa bangsa Indonesia;
2. Perlunya seluruh rakyat pribumi diikutsertakan dalam mencapai kemerdekaan;
3. Adanya pertentangan antara penjajah dan terjajah yang tidak boleh dikuburkan;
4. Perlunya segala cara yang harus ditempuh untuk memulihkan kerusakan jasmani dan rohani rakyat.
            Sementara itu, kegiatan Perhimpunan Indonesia meningkat menjadi non-kooperatif dengan meninggalkan sikap kerja sama dengan kaum penjajah. Di tingkat nasional, Perhimpunan Indonesia berusaha agar masalah Indonesia mendapatkan perhatian dunia. Mereka membina hubungan dengan beberapa organisasi internasional, seperti komintern, Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial yang di bentuk di Jerman, dan mengikuti kongres-kongres internasional yang bersifat humanis. Dalam kongres ke-6 Liga Demokrasi Internasional yang diadakan di Paris pada bulan Agustus 1926, Mohammad Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan untuk kemerdekaan Indonesia.
Kejadian ini menyebabkan pemerintah Belanda mencurigai Perhimpunan Indonesia. Kecuriagaan ini makin bertambah ketika Mohammad Hatta, atas nama Perhimpunan Indonesia, menandatangani suatu perjanjian (rahasia) dengan Semaun pada bulan Desember 1926 yang isinya menyatakan bahwa PKI mengakui kepemimpinan Perhimpunan Indonesia dan bersedia bekerja sama menghidupkan perjuangan kebangsaan rakyat Indonesia di bawah kepemimpinan Perhimpunan Indonesia.
Dalam kongres pertama Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Brussels pada bulan Februari 1927 yang dihadiri antara lain oleh wakil pergerakan negeri-negeri terjajah, Perhimpunan Indonesia atas nama PPPKI di Indonesia juga mengirimkan wakilnya, yang terdiri atas Mohammad Hatta, Nazir Pamoncak, Gatot dan Ahmad Subarjo. Kongres antara lain mengambil keputusan: Menyatakan simpati sebesar-besarnya kepada pergerakan kemerdekaan Indonesia dan akan menyokong usaha tersebut dengan segala daya dan menuntut dengan keras kepada pemerintah Belanda agar memberikan kebebasan bekeja untuk pergerakan rakyat Indonesia dan menghapus hukuman pembuangan dan hukuman mati.

Dalam kongres kedua yang diadakan di Brussels pada 1927, Perhimpunan Indonesia juga ikut, dan keputusan yang diambil mengenai masalah Indonesia sebenarnya merupakan ulangan keputusan kongres pada bulan Februari sebelumnya. Akan tetapi setelah liga didominasi oleh golongan komunis, Perhimpunan Indonesia segera keluar dari liga.
Propaganda selalu dilancarkan oleh Perhimpunan Indonesia. Karena itu, pemerintah Belanda mengambil tindakan keras pula terhadap Perhimpunan Indonesia. Pada bulan Juli 1927 dilancarkan penggeledahan di beberapa rumah kediaman pengurus Perhimpunan Indonesia kemudian dituduh menghasut rakyat Indonesia untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah, dan pada tanggal 10 Juni 1927 empat anggota pimpinannya yakni Mohammad Hatta, Abdulmajid Djojoadiningrat, Nazir Pamoncak, dan Ali Sastromidjojo, ditangkap dan ditahan sampai tanggal 8 Maret 1928. Namun dalam pengadilan tanggal 22 Maret 1928 di Den Haag, mereka dibebaskan dari tuduhan karena tidak terbukti bersalah.
Di Lingkungan pergerakan Indonesia sendiri, pengaruh Perhimpunan Indonesia cukup besar antara lain terhadap berbagai pembentukan stidieclub, seperti Indonesische Studieclub di Surabaya, Algmene Studieclub di Bandung, studieclub-studieclub di Yogyakarta, Jakarta, Solo, dan sebagainya. Selain itu, Perhimpuan Indonesia secara langsung mengilhami berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927, Jong Indonesische pada tahun 1927, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada tahun 1926.
Harus diakui secara jujur dan objektif, bahwa pengaruh Perhimpunan Indonesia terhadap pergerakan nasional Indonesia untuk mencapai kemerdekaan di tanah air Indonesia sendiri sangat besar. Banyak ide-ide atau gagasan-gagasan yang telah dilontarkan, bahkan diputuskan di dalam rapat-rapat perhimpunan Indonesia di negeri Belanda diambil alih, diteruskan dan diperjuangkan oleh partai-partai yang ada di Indonesia itu sendiri. Memanglah sebenarnya tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia untuk mencapai kemerdekaan tanah air sebagian besar terdiri dari bekas anggota-anggota atau pengurus perhimpunan Indonesia.
Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan memerhatikan masalah sosial, ekonomi, dan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik yang dikembangkan sejak tahun 1925 dengan rumusan sebagai berikut :
a.       Kesatuan Nasional
Mengesampingkan pembedaan-pembedaan sempit yang terkait dengan kedaerahan, serta dibentuk suatu kesatuan aksi untuk melawan Belanda guna menciptakan negara kebangsaan Indonesia yang merdeka dan bersatu.
b.      Solidaritas
Terdapat perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajah dengan yang dijajah (Belanda dengan Indonesia). Oleh kerena itu, tanpa membeda-bedakan antarorang Indonesia, maka harus menyatukan tekad untuk melawan orang kulit putih.
c.       Nonkooperasi
Harus disadari bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah. Oleh karena itu, hendaklah dilakukan perjuangan sendiri-sendiri tanpa mengindahkan lembaga yang telah ada yang dibuat oleh Belanda seperti Dewan Perwakilan Kolonial (Volksraad).
d. Swadaya
Perjuangan yang dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan diri sendiri. Dengan demikian, perlu dikembangkan struktur alternatif dalam kehidupan nasional. Politik, sosial, ekonomi hukum yang kuat berakar dalam masyarakat pribumi dan sejajar dengan administrasi kolonial (Ingelson, dalam Sudarmi 2008: 116). Dalam rangka merealisasikan keempat pikiran pokok tersebut diwujudkan ideologi.
Manifesto politik di atas menggambarkan tujuan yang hendak dicapai bangsa Indonesia dan cara-cara untuk mencapai tujuan. Tujuan bangsa Indonesia sudah jelas, yaitu kemerdekaan bangsa dan tanah air.Kemerdekaan bangsa Indonesia harus dicapai dengan persatuan dan melalui usaha sendiri serta aksi massa yang sadar. Adanya perjuangan dan asas Perhimpunan Indonesia yang jelas dan tegas tersebut sangat menggugah semangat perjuangan dan persatuan bangsa Indonesia, khususnya di kalangan pemuda, sehingga mendorong lahirnya Sumpah Pemuda.

1 comment:

Powered by Blogger.