Header Ads

Teori Belajar Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, dan Konstruktivisme


https://arismunandar150797.blogspot.co.id/
Teori belajar adalah seperangkat cara yang mendeskripsikan bagaimana proses manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada empat teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori kedua adalah perbaikan dan perluasan dari teori pertama dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

1.      Behaviorisme
http://practicee.com
Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut.
Teori Behavioritik lebih menekankan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Dalam hal ini perubahan ke arah yang lebih baik setelah proses belajar. Hal terpenting dari teori ini adalah input atau masukan yang berupa stimulus dan output atau keluaran yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respon kurang diperhatikan.
Stimulus dan respon ini bisa juga berupa pikiran, perasaan, dan perbuatan. Contohnya: stimulus berupa materi yang disampaikan atau diberikan oleh guru, dan responnya berupa reaksi serta hail dari materi tersebut. Para ahli yang berpengaruh dalam teori ini antara lain, Ivan Pavlov (yang terkenal dengan teori clasical conditioning), John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect), dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning.

2.      Kognitivisme
Banyak kelemahan berkaitan dengan belajar pada teori behavioritik, sehingga muncul banyak kritikan. Menjawab kritikan itu, muncullah teori kognitivisme. Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Teori ini menekankan pengalaman pada proses belajar.
Teori ini mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar, tetapi tidak mngesampingkan faktor-faktor lain. Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian.
Kalau teori behavioristik berfokus pada perubahan yang dapat diamati sebagai hasil belajar, teori kognitivisme lebih luas, juga mencakup perubahan yang tidak dapat diamati. Namun ada baberapa ahli yang mengatakan teori ini lebih dekat kepada teori psikologi daripada teori belajar, karena angat sulit diaplikasikan. Teori ini terkadang juga menghendaki peserta didik untuk belajar sendiri untuk mencari pengalaman. Tokoh-tokoh dalam teori ini antara lain, Edward C. Tollman, Jerome Bruner, Avram Noam Chomsky, Piaget, dan Lev Vygotsky.

3.      Humanisme
Tujuan belajar dari teori ini adalah “memanusiakan manusia”. Humanisme dipelopori oleh pakar psikologi Carl Rogers dan Abraham Maslow. Menurut Rogers, semua manusia yang lahir sudah membawa dorongan untuk meraih sepenuhnya apa yang diinginkan dan berperilaku dalam cara yang konsisten menurut diri mereka sendiri. Teori belajar humanistik sifatnya abstrak dan lebih mendekaji kajian filsafat. Teori ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep. Dalam teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Memanusiakan manusia, yakni untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Dal hal ini, maka teori humanistik ini bersifat eklektik (memanfaatkan / merangkum semua teori apapun dengan tujuan untuk memanusiakan manusia).
Salah satu ide penting dalam teori belajar humanistik adalah siswa harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan dan bagaimana mereka akan belajar. Siswa belajar mengarahkan sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar. Siswa juga belajar menilai kegunaan belajar itu bagi dirinya sendiri.
Aliran humanistik memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada yang meliputi domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap siswa. Untuk itu, metode pembelajaran humanistik mengarah pada upaya untuk mengasah nilai-nilai kemanusiaan siswa. Guru, oleh karenanya, disarankan untuk menekankan nilai-nilai kerjasama, saling membantu, dan menguntungkan, kejujuran dan kreativitas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran.

4.      Konstruktivisme
Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain, ”belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri”. Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata.
Guru bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang realstis. Siswa sendiri harus proaktif mencari dan menemukan pengetahuan itu, dan mengalami sendiri proses belajar dengan mencari dan menemukan itu. Di sini diperlukan pemahaman guru tentang “apa yang sudah diketahui pebelajar”, atau apa yang disebut pengetahuan awal (prior knowledge), sehingga guru bisa tepat menyajikan bahan pengajaran yang pas

4 comments:

Powered by Blogger.