Header Ads

Sejarah "Emansipasi Wanita Pada Masa Penjajahan (1928-1945)"

Sumpah Pemuda pada tahun 1928 mengantarkan pergerakan kaum wanita di Hindia Belanda menjadi suatu ‘ancaman’ bagi eksistensi Pemerintahan Penjajah. Beriringan dengan semangat juang kaum pria untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan, pergerakan kaum wanita ini bisa dikatakan sebagai ‘dukungan gaib’ bagi kaum pria yang pada saat itu dinilai memiliki pengaruh besar bagi peristiwa-peristiwa besar nasional yang terjadi.
Dikatakan demikian karena memang pergerakan kaum wanita ini mendukung apa yang sudah dimulai oleh kaum pria untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Meski demikian, mereka mendukung dengan cara mereka sendiri. Maksudnya adalah mereka melakukan pergerakan yang mendukung apa yang dilakukan kaum pria, tapi sekaligus menuntut hak-hak mereka sebagai wanita dan makhluk ciptaan tuhan yang selayaknya harus dipandang sama dengan kaum pria.

Gambar: kompasiana.com


Ada beberapa pergerakan yang dilakukan kaum wanita Hindia Belanda pada masa penjajahan yang kemudian terbagi menjadi dua periode. Periode pertama pada masa Pemerintahan Kolonial dan periode kedua pada masa Pendudukan Jepang. Namun kali ini kami akan membahas pergerakan kaum wanita pada masa Pemerintahan Kolonial. Secara ringkas, penjabarannya adalah sebagai berikut:
A.    Latar Belakang
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwasanya pergerakan kaum wanita ini dilatar-belakangi oleh suksesnya Sumpah Pemuda. Dengan ini pula, sedikitnya tujuh organisasi wanita yang kemudian menyelenggarakan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta pada 22 Desember 1928. Salah satu putusan pada kongres yang pertama ini adalah mendirikan badan federasi dengan nama “Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia” (PPPI) yang kemudian berubah nama menjadi “ Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia” (PPII)[1].
B.     Perjalanan Singkat Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII)
Bisa dikatakan dengan adanya federasi ini semakin membuat eksis kaum wanita
pada masa itu. Sedikit demi sedikit keberadaan kaum wanita mulai diperhitungkan. Dengan mengusung asas kesatuan, persatuan dan kebangsaan, federasi ini tidak hanya mendukung mewujudkan cita-cita kemerdekaan, tetapi juga menaungi organisasi-organisasi wanita lain untuk bergabung dengan PPII.
                        Setelah bergabungnya organisasi tersebut, maka diselenggarakanlah Kongres Perempuan Indonesia II pada tahun 1935 pada bulan Juli. Kongres ini kemudian menjadi peletak dasar pendirian Kongres Perempuan Indonesia (KPI) dan membubarkan PPII[2].
                        Selain memegang asas kesatuan, persatuan dan kebangsaan, Organisasi ini juga mendukung kemajuan bagi Bangsa Indonesia melalui bidang pendidikan, sosial, budaya, hukum, dan politik[3]. Namun kami hanya akan membahas pengaruhnya pada bidang pendidikan, hukum dan politik saja. Berikut penjabarannya:
http://cordova-travel.com
1.      Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, organisasi ini melakukan beberapa hal yang sangat baik bagi wanita pada saat itu, yang antara lain adalah mendirikan Seri Derma dan dalam usahanya untuk memberantas buta huruf, organisasi ini mendirikan “Biro Pendaftaran” (Registrasi Bureau) yang menargetkan sedikitnya ada 500 wanita dewasa yang akan diajarkan baca tulis guna mendukung menciptakan generasi Bangsa yang kelak akan memimpin Bangsa ini.
Sedangkan Seri Derma sendiri adalah Studiefonds yang didirikan untuk membantu wanita-wanita yang tidak dapat melanjutkan atau yang tidak bersekolah. Seri Derma ini sendiri tentu sangat berhubungan dengan tujuan KPI dalam menjadikan 500 wanita Indonesia melek huruf.
2.      Bidang Hukum
Dalam bidang hukum, KPI memperjuangkan kedudukan wanita dan anak-anak menjadi lebih kuat da terlindungi dengan dibuatnya suatu undang-undang yang kesemuanya menjamin hak-hak wanita dan anak-anak. Seperti terjamin statusnya dalam perkawinan, mendapatkan perlindungan yang jelas dalam perkawinan dan terhindar dari perdagangan manusia.
Mereka juga melindungi, mengupayakan dan mensosialisasikan buruknya pernikah bagi anak-anak. Hal ini kemudian membuat KPI mendirikan suatu organisasi baru yang secara khusus membahas tentang hak-hak wanita dan anak-anak yaitu “Komite Perlindungan Kaum Perempuan dan Anak-anak Indonesia” (KPKPAI).
3.      Bidang Politik
Seperti yang telah disebut diatas, organisasi wanita ini berdiri penuh mendukung dan ikut berperan aktif dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang juga dilakukan oleh kaum pria. Meski berperan aktif, organisasi wanita ini tidak dalam bentuk sebuah partai, namun hanya mendukung hal-hal yang berkaitan dengan wanita dan kemerdekaan yang disurakan oleh organisasi lain yang bersifat sebagai suatu partai.
Ada beberapa organisasi yang berbau ‘politik’ di keanggotaan KPI. Sebut saja Wanita Utomo, Jong Islamieten Bond Bagian Wanita dan Jong Java Bagian Wanita[4]. Dikatakan demikian karena organisasi untuk kaum pria-nya bisa dikatakan sebagai sebuah organisasi yang para tokohnya tidak bisa dilepaskan dengan politik Bangsa pada masa itu yang tentu saja untuk segera mewujudkan cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia.


[1] Kongres Wanita Indonesia, hal.30
[2] Kongres Wanita Indonesia, hal.31
[3] Kongres Wanita Indonesia, hal.32
[4] Kongres Wanita Indonesia, hal.33

No comments

Powered by Blogger.