Beda Pendudukan Belanda dan Jepang di kalimantan barat
Beda
Pendudukan Belanda dan Jepang di Tanah Borneo
Memang sudah 70 tahun kita telah merdeka dan lepas dari
segala penjajahan asing, namun apakah semua proses menuju kemerdekaan harus
kita lupakan dan tak lagi kita kenang. Terlebih lagi banyak para pejuang yang
rela mengorbankan jiwa raganya untuk mencita-citakan negri tanah merdeka tanpa
segala bentuk penindasan.
Kita mengenal dua penjajahan atau imperialisme asing yang
paling terkenal di Indonesia, tak terkecuali di tanah borneo (Kalimantan
barat). Yang pertama adalah imperialisme yang dilakukan oleh belanda (hindia
belanda) yang pertama berlabuh di Indonesia pada tahun 1596 masehi dibawah
pimpinan Cornelis De Houtman dengan tujuan mencari dan memonopoli kekayaan
sumber daya alam di tanah asing yang penuh akan rempah. Sedang belanda masuk ke
tanah borneo (Kalimantan barat) saat Syarif Abdurrahman Alkadrie baru 6 tahun
mendirikan Kesultanan Kadriah Pontianak.
Kesultanan Kadriah Pontianak berdiri pada 23
oktober 1771. Syarif Abdurrahman Alkadrie yang merupakn pendirinya sekaligus
bertindak sebagai sultan yang pertama. Pada akhir tahun 1778, VOC mengirim
utusannya Nicholas de Cloek dengan 2 buah kapal perang kecil disertai dengan
beberapa serdadu mendarat di Pontianak. Kedatangan VOC diterima baik oleh
kerabat kesultanan Pontianak. Saking baiknya penyambutan kesultanan Pontianak
pada De Cloek, dia sampai salah paham, dia menganggap bahwa kesultanan berusaha
dan membujuknya. Namun di kemudian hari Sultan Syarif Abdurahman Alkadrie
menjelaskan kepadanya dan orang-orang belanda bahwa itulah adat tradisi
kesultanan Kadriah Pontianak untuk menyambut tamu penting.
Salah
satu peristiwa penting saat masa
Pendudukan Hindia Belanda di Kalimantan barat adalah di asingkannya sebelas
tokoh sarekat islam di Kalimantan barat. Sebelas orang itu antara lain; Achmad
Marzuki, Achmad Su’ud, Gusti Djohan Idrus, Gusti Hamzah, Gusti Muhamad Situt
Mahmud, Gusti Sulung Lelanang, Jeranding Abdurahman, Haji Rais, Muhamad Hambal,
Muhamad Sohor dan Ya’ muhamad Sabran.
Mereka
dibuang ke Boven Digul di irian barat karena dianggap anti Hindia belanda dan
dihawatirkan akan melakukan pemberontakan. Untuk mengenang peristiwa tersebut
dibangunlah Tugu Digulistatau tugu Bambu Runcing yang terletak di jalan A.yani
(bundaran UNTAN). Jumlah bambu yang terdapat pada tugu tersebut berjumlah
sebelas buah yang melambangkan sebelas orang pejuang yang diasingkan oleh
hindia belanda ke Boven Digul.
Setelah
hampir 350 tahun menjajah Indonesia, akhirnya Belanda dikalahkan Oleh jepang.
Bergantilah pendudukan yang dilakukan oleh pihak Hindia Belanda menjadi Dai Nippon. Tanggal 19
Desember 1941, datang pesawat Jepang yang berjumlah Sembilan buah. Pesawat itu
terus berkeliling di atas langit kota Pontianak. Anak-anak dan orang dewasa
mengira itu adalah latihan perang. Saat itu kira-kira jumat pukul 11.00 siang,
dan orang muslim hendak pergi solat di kejutkan oleh suara bom yang di jatuhkan
jepang. Dengan otomatis mencekamlah suasana Pontianak saat itu. Banyak korban
yang terkena muntahan bom dari pesawat jepang. Tidak tahu pasti berapa jumlah
orang yang meninggal. Namun yang diketahui pasti dari orang yang selamat dari
kejadian tersebut memaparkan bahwa banyak mayat yang tak utuh lagi, entah
dimana kepala, dimana kaki dan sebagainya. Pengeboman ini dianggap salah
sasaran karena tujuan utama jepang adalah melumpuhkan pertahanan belanda yang
masih tersisa di Pontianak, namun malah rakyat sipil yang menjadi korban.
Pada tanggal 2 Febuari 1942 kota Pontianak
resmi diduduki dan dikuasai oleh Rikugun (angkatan darat jepang). Awalnya
Jepang menunjukkan gelagat baik, namun lama kelamaan muncul semua sifat bengis
saat pergantian kepemimpinan jepang di Kalimantan barat yang dulu angkatan
darat (Rikugun) digantikan oleh angkatan laut jepang (Kaigun).
Kejadian
yang paling menyita perhatian khalayak banyak dan paling banyak memakan korban
jiwa pada masa pendudukan Dai Nippon adalah peristiwa penyungkupan yang terjadi
di berbagai daerah di Kalimantan barat yang terjadi pada tanggal 28 juni 1944.
Alasannya adalah karena pihak yang disungkup atau di tangkap dianggap berusaha
melakukan perlawanan dan pemberontakan terhadap pendudukan Dai Nippon. Tanpa
diadili secara militer, semua yang di sungkup (ditangkap) langsung di jatuhi
hukuman mati. Tidak tahu pasti dimana saja tempat hukuman mati itu dilaksanakan
dan berapa jumlah pastinya. Namun salah satu tempat yang diketahui dan di duga
merupakan tempat berlangsungnya hukuman mati dengan jumlah orang terbanyak di
Kalimantan barat berada di mandor, 80 Km dari Pontianak.
Tidak
ada yang bisa memberikan data pasti tentang berapa jumlah orang yang meninggal
akibat penyungkupan itu. Namun angka resmi yang di sampaikan oleh gubernur
Kalimantan barat saat itu yaitu Kadarusno yang saat meresmikan makam juang
mandor tanggal 28 juni 1977 menyebutkan jumlah korban dari peristiwa itu adalah
21.037 orang. Lain lagi pernyataan dari Tsuneo Isaki, orang jepang yang pernah
tinggal di Pontianak. Menurutnya, orang yang di hukum mati di seluruh wilayah
Kalimantan Barat berjumlah 1500 orang. Selanjutnya pernyataan dari surat kabar
“Sinar Harapan” mengumumkan bahwa jumlah korban peristiwa tersebut adalah
20.000 orang. Tak tahu mana yang benar tentang jumlah orang yang dihukum mati
tersebut.
Dari
semua pernyataan diatas dapat kita ketahui bedanya zaman pendudukan Belanda dan
Jepang. Belanda yang menjajah Indonesia Hampir 350 tahun dan mengeruk habis
harta kekayaan yang dimiliki Indonesia lewat VOC dan kerja paksa. Jepang yang
hanya 3,5 tahun menjajah Indonesia memiliki dampak yang luar biasa, terutama di
Kalimantan Barat. Kejahatan genosida yang dilakukan oleh pendudukan Dai Nippon
tersebut telah merenggut nyawa satu generasi di seluruh daerah Kalimantan
Barat.
Jika
saya diacungkan pertanyaan, Manakah dari belanda dan jepang yang lebih kejam ?
jelas saya akan menjawab jepang, karena dalam waktu 3,5 tahun masa
pendudukannya, telah menghabisi nyawa puluhan ribu pejuang Kalimantan barat.
Namun tidak berarti saya menganggap pendudukan belanda itu baik. Saya tidak
setuju dengan semua bentuk penjajahan di muka bumi.
Dengan
dipaparkannya sejarah ini, saya harap pembaca dapat lebih menghargai
kemerdekaan yang telah dipersembahkan para pejuang dengan mengorbankan nyawanya
sendiri ini dengan sebaik-baiknya.
Post a Comment