Silsilah Kesultanan Kadriah Pontianak
Silsilah Kesultanan Kadriah Pontianak
Kesultanan Pontianak
adalah nama sebuah Kerajaan Islam yang didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman
Alkadri di di antara persimpangan 3 sungai, yakni sungai Landak, Kapuas Besar
dan Kapuas Kecil.
Kesultanan Kadriah Pontianak ini pertama kali didirikan pada
23 Oktober 1771.
Berikut adalah nama dan
Biografi raja-raja yang pernah memimpin Kesultanan Pontianak ;
1. Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri (1739-1808)
Sultan
syarif Abdurrahman alkadri adalah putra asli kalimantan barat. Ayahnya adalah
seorang keturunan arab yang telah menjadi pemuka agama islam di kerajaan matan
bernama Sayid Habib Husein Alkadri dan sang ibu adalah putri raja kerajaan
matan yang bernama Nyai Tua.
Syarif
Abdurrahman Alkadri lahir di Matan, Senin 15 Rabiul Awal 1151 H pukul 10 pagi. Syarif
Abdurrahman Alkadri adalah pendiri kesulanan Kadriah Pontianak sekaligus
dianggap sebagai pendiri kota Pontianak. Dia juga bertindak sebagai sultan
pertama Pontianak. Pada hari rabu, 14 Rajab 1185 Hijriah atau bertepatan dengan
tanggal 23 Oktober 1771 Masehi dimulai perintisan untuk membangun sebuah
kerajaan di delta sungai Kapuas. Tanggal ini juga di tetapkan sebagai tanggal
berdirinya Kota Pontianak. Namun baru kira-kira 7 tahun sultan Syarif
Abdurrahman Alkadri mendirikan Kesultanan Pontianak, pada tahun 1778 Belanda sudah menguasai tempat itu dengan
mengirim wakilnya yaitu Nicholas de Cloek. Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri
meninggal pada tanggal 28 Febuari 1808 dan dimakamkan di batu laying. Sebagai
penggantinya di di angkat Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri sebagai
penggantinya atas persetujuan Gubernuh Jendral Hindia Belanda.
Syarif
Kasim Alkadri adalah putra tertua dari Sultan Syarif Abdurahman Alkadri dan
Utin Candramidi. Dia lahir tahun 1767 Masehi. Selama 10 tahun menjadi Sultan
Pontianak, syarif Kasim banyak melakukan tindakan yang menjadikan keluarga
kesultanan tidak senang.
Janjinya
untuk menyelesaikan hutang ayahnya tidak dapat dipenuhi. Sebaliknya dia sendiri
banyak berhutang karena hubungan dagangnya dengan inggris dan pedagang cina. Sultan
Syarif Kasim Alkadri wafat pada 25 Febuari 1819 dan dimakamkan di Batu Layang.
3. Sultan Syarif Usman Alkadri (1819-1855)
Sultan
Syarif Usman Alkadri lahir pada tahun 1777 Masehi. Ia adalah anak dari Syarif Abdurrahman
Alkadri ( sultan pertama Pontianak) dan Ratu Kesumasari. Pada zaman Sultan
Syarif Usman mulai dibangun kembali
masjid jamik yang pembangunannya dimulai pada bulan ramadhan tahun 1237 H (1821
M).
masjid ini kemudian dilanjutkan pembangunannya oleh sultan-sultan
selanjutnya hingga menjadi bentuk sekarang ini. Sultan Syarif Usman juga
meritis pembangunan istana Sultan Pontianak yang lebih besar. Ia mendirikan
sebuah tiang bendera kesultanan. Inskripsi pada tiang bendera itu menunjukkan
tanggal 19 januari 1845. Sultan Syarif
Usman meletakkan jabatannya sebagai sultan Pontianak pada April 1855 dan
meninggal pada tahun 1860.
4. Sultan Syarif Hamid Alkadri 1855-1872)
Ketika
Sultan Syarif Usman meninggal dunia tahun 1860, anak tertuanya yaitu Sultan
Hamid Alkadri menggantikannya sebagai Sultan Pontianak. Sultan Syarif Hamid Alkadri lahir tahun 1802 dari ibunya
Syarifah Zahara. Diangkat menjadi Sultan Pontianak ke Empat pada 12 April 1855.
Tidak
seperti ayahnya, sultan Syarif Hamid banyak kehilangan daerahnya serta simpati
masyarakat. Walaupun masih menerapkan hukum islam, dibawak kekuasaannya sudah
banyak perubahan seperti penerapan pembagian pusaka. Sultan Syarif Hamid Alkadri wafat pada 22 Agustus 1872 dan
dimakamkan pula di Batu Layang.
5. Sultan Syarif Yusuf Alkadri (1872-1895)
Syarif
Yusuf Alkadri lahir pada tahun 1850 dari ibunya Syarifah Fatimah. Dia adalah
anak tertua dari sultan terdahulu yaitu Sultan Syarif Hamid Alkadri.
Dia
diangkat menjadi Sultan Pontianak Ke 5 pada tahun 1872. Dia memiliki dua istri,
yaitu Syarifah Zalecha dan Syarifah Zahara Almuntahar. Di masanya lah
banyakberdatangan imigran dari orang Bugis, Banjar, pulau Bangka dan Belitung,
Banjar, Serasan bahkan dari tanah Malaka, Kamboja bermukim di Pontianak. Sultan
Syarif Yusuf Alkadri wafat pada 15 Maret 1895 dalam usia 45 tahun.
6. Sultan Syarif Muhamad Alkadri (1895-1944)
Sultan
Syarif Muhamad Alkadri naik tahta menggantikan ayahnya pada tahun 1895. Dia
lahir pada tanggal 8 Januari 1872. Dia adalah anak dari sultan kelima Pontianak
yaitu Syarif Yusuf Alkadri dan ibunya Syarifah Zahra.
Dia
diangkat menjadi sultan keenam Pontianak pada 6 Agustus 1895 dan waktu itu
usianya menginjak 29 tahun. Saat peristiwa mandor terjadi, Syarif Muhamad dan
60 kerabat kerajaan lainnya turut menjadi korban dalam peristiwa “Penyungkupan”
tersebut. Perbuatan keji yang dilakukan jepang ini atas dasar tuduhan
kesultanan Pontianak yang ingin memberontak melawan pendudukan Dai Noppon
jepang.
7. Sultan Syarif Thata Alkadri (1945)
Sultan
Syarif Thata Alkadri bin Syarif Usman Alkadri adalah Pewaris tahta Kesultanan
Kadriah Pontianak yang ke 7 menggantikan Sultan Syarif Muhamad Alkadri yang di
sungkup dan dibunuh oleh tentara Jepang bersama dengan para kerabat Kesultanan
dan para pemimpin serta orang berpengaruh di kalbar tahun 1943. Syarif Thata
Alkadri lahir tanggal 14 September 1927. Iya beristrikan Raden Ajeng Sriyanti.
Setelah
penangkapan dan pembunuhan Sultan Syarif Muhamad Alkadri oleh tentara Jepang
telah meruntuhkan Kesultanan Pontianak. Sebagian besar kerabat istana Kadriah
juga ikut ditangkap dan dibunuh sehingga sulit untuk mencari pengganti Sultan.
Karena Sultan Syarif Muhamad Alkadri tidak memiliki anak laki-laki, Sehingga
dalam suatu rapat diputuskan dipilih cucu tertua dari Sultan terdahulu untuk
menggantikan posisi Sultan, yakni Syarif Thata Alkadri. Namun setelah dua bulan
kepemimpinannya, Sultan Hamid II Alkadri dibebaskan dari tawanan tentara Jepang
dan kembali ke Pontianak. Karena dianggap masih muda dan belum cukup cekatan
untuk menjadi pemimpin, Sultan Syarif Thata Alkadrie pun digantikan oleh Sultan
Syarif Hamid II Alkadrie. Syarif Thata Alkadri meninggal pada 27 September 1984
dan dimakamkan di Batulayang.
Syarif
Hamid Alkadri bin Syarif Muhamad Alkadri atau lebih dikenal dengan nama Sultan
Hamid II, lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dia adalah putra sulung dari
Sultan Syarif Muhamad Alkadri dan Syecha Jamilah Syarwani. Riwyat pendidikannya
di ELS (Europesche Lagere School) di Pontianak, HBS dan MULO.
Tahun
1933 dia masuk sekolah militer KMA di Belanda dan lulus tahun 1937. Setelah
lulus dia langsung dilantik menjadi Perwira KNIL dengan pangkat Letnan Dua.
Tanggal 31 Mei 1938 Sultan Hamid II menikah dengan Dina Van Delden yang
merupakan seorang wanita Belanda. Dari pernikahan ini dia dikaruniai dua orang
anak, yakni Edith Denise Corry Alkadri dan Max Nico Alkadri, di kemudian hari
Sultan Hamid II menikah lagi dengan seorang putri dari Yogyakarta, Ny. Reni. Ketika
Belanda menyerah kalah dari Jepang pada Maret 1942, Sultan Hamid II yang
merupakan perwira KNIL ditahan di penjara Batavia. Baru setelah Sekutu masuk
kembali ke Indonesia tahun 1945, Sultan Hamid II kembali dibebaskan dan
langsung kembali ke Pontianak. Karena ditawan selama 3 tahun, dia tak mendengar
kabar berita apapun di Pontianak, termasuk penangkapan dan pembunuhan ayahnya.
Dia juga terkejut ketika yang menjadi Sultan adalah Syarif Thata Alkadri. Dia
memberi saran pada Syarif Thata Alkadri agar meletakan jabatan Sultan dan
menyerahkan kepadanya, dan perminnyaannya itu pun diiyakan oleh Syarif Thata.
Tanggal 29 Oktober 1945, Syarif Hamid II Alkadri dilantik menjadi Sultan ke
delapan Pontianak. Selain sebagai Sultan Pontianak, dia juga sekaligus menjabat sebagai Kepala
Swapraja Pontanak. Semasa hidupnya, Sultan Hamid II banyak terlibat dalam dunia
Politik seperti menjadi ketua delegasi BFO di Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag, Mentri Negara Zonder Fortofolio, dan ikut serta dalam perancangan
dasar negara, yaitu Garuda Pancasila. Sultan Hamid II juga dikaitkan dengan
pemberontakan “APRA” pimpinan Westerling. Akibat keterlibatannya itu, Sultan
Hamid II dijatuhi hukuman 10 tahun penjara di potong masa penahanan 8 bulan
oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 8 April 1953.
Setelah menyelesaikan
masa tahanannya, dia hidup tenang bersama keluarganya. Sejak tahun 1967 sampai
akhir hayatnya, ia bekerja sebagai Presiden Komisaris PT. Indonesia Air
Transport. Sultan Hamid II meninggal dunia pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan di
makamkan di pemakaman Kesultanan Batulayang, Pontianak.
SUMBER
: Sultan Syarif Abdurrahman Alkadri-Perspektif Sejarah Berdirinya Kota
Pontianak, karya Drs. Ansar Rahman, DKK.
Buku Ansar Rahman penuh nuansa politik dengan nara sumber yang sama kaum Republiken 1950. Sultan Muhammad nempuntai anak lelaki, Syarif Usman Alkadrie gelar Pangeran Adipati, Syarif Mahmud Gelar Pangeran Agung, Syaruf Abdul Muthalib gelar Pangeran Muda ( ketiganya dibunuh/di Pancong Jepang 28 Juni 1944 ) dan Syarif Hamid Gelarr Sultan Hamid,II.( VII ) sebagai Pengganti Ayahnda Sultan Syarif Muhammad Alkadrie ( VI )
ReplyDeletebermanfaat, lengkap sekali gan. Istana Kadriah
ReplyDeleteSuami qu masih keturunan langsung kesultanan kadriyah.
ReplyDeleteLihat foto sultan hamid II mirip banget wajahnya dg suami dan & anakku 🙏😁
Ganteng iya Sultan Hamid11.Mbah tinggal.di Pontianak?
DeleteMasa?
ReplyDeleteDimanakah makam Sultan Hamid 2
ReplyDelete