Pantang Larang Melayu Sambas
Saya
lahir dan dibesarkan di daerah yang masih bersifat tradisional yaitu
sambas. Sambas yang merupakan kabupaten
terluar dikalimantan barat sekaligus kabupaten yang berbatasan langsung dengan
Negara jiran Malaysia. Sambas memiliki
banyak suku yang salah satunya adalah suku melayu yang memiliki kebudayaan dan
adat serta tradisi yang masih sangat dipegang teguh oleh masyarakat suku melayu
Sambas.
Melayu
sambas memiliki banyak budaya , adat dan tradisi yang beraneka macam, namun
saya disini ingin memaparkan, menjelaskan dan menerangkan tentang “PANTANG
LARANG” yang merupakan salah satu dari berbagai kebudayaan dalam keseharian masyarakat melayu sambas.
Pantang
Larang adalah sebuah pantangan atau larangan di dalam budaya melayu sambas yang
dipercaya apabila dilanggar mendatangkan suatu bala atau musibah bagi yang
melanggar. Pantang larang ini sering kita dengar diucapkan oleh para orang tua
kepada anaknya untuk melarang anaknya berbuat sesuatu yang berbahaya, sesuatu
yang tidak ada gunanya dll.
Memang
bila dikaji dari segi ilmu pengetahuan, logika dan pemikiran rasional pantang
larang memang sangat tidak masuk akal. Karena tidak didasari dengan sebab
akibat yang tidak wajar dan tidak masuk akal di zaman modern sekarang ini.
Meskipun
pantang larang sering dianggap kebohongan dan tidak bisa dipertanggung
jawabkan, jika dicermati lebih dalam pantang larang memiliki tujuan baik yaitu
mendidik,menasehati, melarang agar seseorang tidak berprilaku menyimpang.
Pantang
larang biasanya berisi dengan larangan yang selalu beriringan dengan akibat
tidak masuk akal. Menurut kepercayaan dan ajaran yang disampaikan orang tua
terdahulu kepada anaknya adalah Pantang larang yang sepele kita lakukan
biasanya berakibat fatal bagi kehidupan.
Pantang
larang kadang selalu dimulai dengan kata “daan boleh geye” atau “daan boleh
gitok” yang dalam bahasa Indonesia berati tidak boleh begitu sebagai kalimat
awal untuk menyampaikan pantang larang kepada seorang anak atau seseorang
yanglebih muda. Ada juga kata “usah nak geye” yang kalau dibahasakan dalam
bahasa Indonesia berarti tidak boleh begitu.
Yang menyampaikan perkataan pantang larang
pastilah orang yang lebih tua seperti kakak, abang, ibu, ayah, nenek, kakek
dll. Ini untuk menakuti atau tujuan lain agar sang anak takut dan tidak
mengulangi perbuatannya lagi.
Banyak
pantang larang yang sering diucap orang-orang dilingkungan saya pada zaman
dulu. Hampir setiap kali kita lewat pasti akan mendengar perkataan anak kepada
orang tuanya seperti “daan boleh ngajalkan lading tangah ari, kalak lukak”.
Yang dalam bahasa Indonesia berarti tidak boleh memainkan pisau saat siang
bolong, nanti luka.
Saya
akan menjelaskan beberapa pantang larang dan akibatnya serta apa yang
sebenar-benarnya akan terjadi jika dilanggar.
Yang
pertama adalah “daan boleh pakai baju tebalik, nyroh mati umak” yang memiliki
makna tidak boleh memakai baju secara terbalik, dapat berakibat matinya ibu dari
yang memakai baju tersebut. Namun menurut kalian apakah logis jika hanya dengan
memakai baju terbalik dapat berakibat pada lenyapnya nyawa seseorang ? jelas
jawabannya pasti tidak. Menurut saya itu hanya penyampaian larangan orang tua
terhadap anak agar anak tersebut tidak
melakukan pekerjaan yang tidak berguna dan tidak dianggap gila oleh para
tetangga.
Kedua,
jika kita memakai topi atau payung di dalam ruangan, pasti orang tua akan
berkata “usah nak pakai geye dalam rumah nong, kalak palak sulah”. Ini dalam
bahasa Indonesia berarti jangan pakai itu dirumah nak, nanti kepalamu pitak.
Jelas perkataan ini tidak masuk di akal sehat karena mana mungkin hanya dengan
memakai penutup kepala di dalam rumah dapat menyebabkan kepala menjadi pitak.
Mungkin sang ibu bermaksud agar anak tersebut jangan bermain menggunakan
barang-barang tersebut didalam rumah.
Yang
ketiga adalah “daan boleh ningkap, nyuroh mati umak”. Ini berarti tidak boleh
tengkurap, bisa mengakibatkan ibunya mati. Sungguh tidak masuk akal bukan,
namun itulah yang diucapkan ibu kepada anak agar anak tidak “ningkap” atau
tengkurap yang dapat menyebabkan rasa sakit didada sang anak.
Keempat,
“makan ujung tabu, supaye bise beranang”. Ini berarti makan ujung tebu, agar
bisa berenang dalam bahasa Indonesia.
Pantang larang ini diucapkan kepada anak yang sedang makan tebu yang
kebetulan juga tidak tahu cara berenang. Jika sang anak memakan tebu, pasti
ujungnya tidak dimakan karena rasanya tidak lagi manis. Orang tua mengucapkan
pantang larang tersebut agar sang anak memakan tebu sampai ke ujungnya, supaya
tidak mubazir atau kata orang sambas “meruse”
Yang
kelima adalah jika seorang anak makan
dengan berantakan, maka sang ibu berkata “daan boleh makan betaboran, nyuroh
nasek menangis” yang dalam bahasa indonesia berarti jangan makan berantakan,
nanti nasinya menangis. Mungkin maksud orang tua zaman dahulu adalah agar sang
anak tidak makan berantakan, karena jika nasinya bertebaran kemana-mana pasti
akan mubazir.
Yang
keenam adalah “mun daan ngamping, kalak padi jahat”. Kalimat ini berarti jika
tidak “ngamping”, padi akan menjadi rusak . ngamping adalah mengambil padi yang
dua minggu sebelum panen dan dibuat semacam kue. Lalu kue itu di kumpulkan
dimesjid untuk dimakan bersama bersama-sama dengan warga masyarakat setempat.
Mungkin pantang larang ini lebih bermaksud dan bertujuan menjalin silaturahmi
antar petani di desa tersebut dan sebagai ucapan syukur atas rezeki yang
diberikan allah, tuhan yang maha esa kepada masyarakat desa tersebut.
Yang
ketujuh adalah “daan boleh guring ditanah, kalak dilangkah antu” yang berarti
jangan berbaring di tanah, nanti bisa dilangkah hantu. Menurut kalian masuk
akal kah pernyataan tersebut.mendengar kata hantu saja sudah ada rasa percaya
tidak percaya, apalagi dilangkah hantu. Mungkin maksud orang tua dahulu agar
sang anak tidak berbaring di tanah dan membuat baju sang anak kotor.
Kedelapan,
“tangah ari usah ngerayau, mun sakit sian obatnye”. Dalam bahasa Indonesia
berarti siang bolong tidak boleh keluyuran,kalau sakit tak ada obatnya. Mungkin
pantang larang ini diucapkan para orang tua zaman dahulu kepada anak mereka
agar tidak bermain diluar saat siang hari karena panas matahari yang terik
dapat mengganggu kesehatan sang anak dan dapat menyebabkan demam pada sang
anak.
Selanjutnya
yaitu kesembilan adalah “nak dare daan boleh dudok ngengkang di dapan lawang,
kalak daan bise beranak”. Kata dalam bahasa sambas ini jika diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia berarti gadis remaja tidak boleh duduk mengangkang di depan
pintu, karna dapat menyebabkan nanti tidak bisa hamil. Coba anda bayangkan
apahubungan duduk mengangkang dengan tidak bisa hamil, ada-ada saja orang
melayu di sekitar saya ini. Menurut saya ini hanya tentang kesopanan. Bukankah
tidak sopan kalau serang gadis duduk mengangkang di depan pintu dan dilihat
oleh orang yang lewat. Mungkin itulah alasan orang tua dahulu mengucapkan
pantang ;larang ini kepada sang anak. Hanya penyampaiannya saja yang terlalu
dilebih-lebihkan orang tua zaman dulu agar anak takut dan tidak mengulangi
perbuatan tak sopan itu lagi dan dilanjutkan oleh generasi selanjutnya dengan
bahasa yang sama.
Contoh
yang kesepuluh adalah “daan boleh makan di tampat tidok, kalak dipagek antu
malamnye”. Itulah yang kita dengar ketika kita seorang anak dari suku melayu
sambas pada zaman dahulu makan di tempat tidur. Dalam bahasa Indonesia ini
berarti tidak boleh makan di atas tempat tidur, nanti malam bisa didatangi
hantu. Memang tidak masuk akal bagaimana makan di tempat tidur sampai bisa
didatangi hantu ?.orang tua zaaman dahulu hanya takut kalau makan di tempat
tidur, nanti tempat tidurnya bisa kotor. Perkataan ini akan memberikan efek
psikologis pada anak yaitu adalah berupa rasa takut dan tidak akan
mengulanginya lagi di kemudian hari.
Yang
ke sebelas adalah “makan aek nidehan nasek, supaye pintar” yang berarti makan
air dari didihan tanakan nasi, agar pintar. Saya bingung dan tidak tau apa
maksud dari perkataan ini. Apa hubungan air tanakan nasi dan kepintaran serta
daya cerdas anak. Apakah ada penelitian yang mengungkapkan nya ?. namun inilah
kata-kata yang disampaikan orang tua dahulu kepada anaknya.
Ke
duabelas, “makan daan abis e nyuroh mati ayam”. Kalimat pantang larang ini
berarti makan tidak sampai habis dapat mengakibatkan matinya peliharaan kita,
terutama ayam. Menmang tidak masuk akal, kita yang makan tidak habis kenapa
ayam yang mati. Mungkin maksud yang sebenarnya dari kalimat ini adalah makan
itu harus habis, agar tidak mubazir. Namun di plesetkan orang tua dahulu agar
ingatan sang anak lebih mampu mengingat perkataan ibunya.
Contoh
pantang larang yang ke tiga belas adalah jika anak-anak makan sambil berbaring,
ibunya akan berkata “Usah makan sambel guring, kalak nyuroh pemalas”. Jika
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kalimat ini berarti jangan makan sambil
berbaring, nanti jadi orang yang pemalas. Namun jika dilogikakan, sangat tidak
rasional bukan. Mana mungkin makan berbaring mempengaruhi kepribadian
seseorang. Mungkin saja maksud sebenarnya dari apa yang disampaikan orang
terdahulu dan sedikit masuk akala sehat adalah jika anak-anak makan berbaring
akan tersedak makanan yang dimakannya.
Yang
ke empat belas adalah “daan boleh nak motong kuku waktu malam, kalak pendek
umor”. Dalam bahasa Indonesia berarti jangan mengguting kuku pada waktu malam,
nanti umurnya pendek. Memeng jika dikaji secara medis, tak ada hubungan nya
jika menggunting kuku malam hari dapat mengakibatkan meninggalnya orang lebih
cepat. Maksud dan tujuan sebenarnya dari pantang larang ini adalah kalau malam
hari kan gelap, jadi sulit untuk menggunting kuku dan akan berakibat melukai
jari sendiri dan waktu malam adalah waktunya tidur, lebih baik tunggu siang
untuk memotong kuku.
Contoh
pantang larang yang ke lima belas adalah “daan boleh nunjok pelangi, kalak jari
putus”. Jika di artikan dalam bahasa Indonesia berarti tidak boleh menunjuk
pelangi, nanti jari terpotong. Ada-ada saja, apa masuk akal jika menunjuk
pelangi dengan jari dengan pelangi dapat mengakibatkan jari seseorang
terpotong. memang tidak masuk akal, namun inilah salah satu pantang larang yang
telah lama hadir dan hidup di kebudayaan masyarakat melayu di sambas,
Kalimantan barat.
Itulah
beberapa contoh pantang larang dari masyarakat sambas, dan masih banyak lagi
pantang larang lain yang belum saya sebutkan. Pantang larang tidak hanya ada di
sambas, melainkan di setiap suku melayu di Indonesia, bahkan di Malaysia.
Kenapa
pantang larang ini sering diucapkan kepada anak-anak ?. jawabannya adalah
karena anak-anak masih mempunyai pikiran yang pendek dan tidak memikirkan lagi
apa maksud sebenarnya dari apa yang disampaikan oleh orang tuanya melalui pantang
larang tersebut.
Jika
pantang larang tersebut diucapkan pada remaja atau orang dewasa yang sudah
panjang pemikirannya, pastilah dia akan memikirkan apa hubungan pantang larang
yang sepele dengan akibatnya. Apa sangkut pautnya dan apakah masuk akal pantang
larang tersebut. Pasti akan mengundang pertanyaan dipikiran orang yang
sudah berakal panjang.
Meskipun
banyak mengandung unsur kebohongan, tapi setiap pantang larang pasti memiliki
tujuan baik, entah itu untuk melindungi, menasehati, mengajari sang anak agar
anak itu tumbuh dengan baik di lingkungan yang masih tradisional ini. Dengan
nasihat yang biasa mungkin anak kurang dapat menuruti, namun dengan pantang
larang ini,sedikit banyak anak akan lebih menuruti nasihat orang tuanya.
Namun
dewasa ini dengan semakin perkembangan zaman dan masuknya paham-paham baru,
pantang larang sudah jarang kita dengar diucap oleh orang tua kepada anaknya. Ini
diakibatkan sudah bergesernya kebudayaan masyarakat dari masyarakat tradisional
kepada masyarakat modern. Ini dipengaruhi semakin derasnya arus globalisasi dan
modernisasi yang melanda Indonesia.
Sebagai generasi
selanjutnya kita lah yang perlu mengambil sikap apakah kebudayaan melayu ini
perlu dilestarikan atau tidak untuk kedepannya agar anak cucu kita nanti tidak
hanya terfokus pada perkembangan teknologi
Post a Comment